Pemkab Kutai Karatanegara

Kasus Setrum Ikan di Muara Beloan Ditangani Satreskrim Polres

Kubar, Siberkaltim.id – Kasus pelaku illegal fishing (menangkap ikan dengan acara menyetrum) bergulir ke Satuan Reskrim Polres Kutai Barat (Kubar). Hal ini dilakukan, agan para pelaku diproses secara hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Diteruskannya kasus ini, menyusul pengaduan Pemerintah Kampung Muara Beloan nomor 140/128/SPm-pemk-MB-MP/VIII/2021, tertanggal 30 Agustus 2021, perihal permohonan lanjutan proses hukum pelaku illegal fishing. Surat kepala kampung Muara Beloan ini, menyikapi berita acara tindakan hukum pelaku illegal fishing tertanggal 8 Agustus 2021. Dalam berita acara tersebut ditandatangani semua aparat kampung, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda Muara Beloan.

Diwartakan sebelumnya, keempat pelaku illegal fishing terjaring razia oleh Tim Illegal Fishing Muara Beloan, di perairan Kampung Muara Beloan, 3 Agustus 2021. Yakni pelaku berinisial Rd (33), Ra (26), dan Am (21) warga RT 3 Kampung Muara Beloan. Kemudian Sy (41) warga RT 2 Kampung Muara Beloan.

“Masyarakat meminta agar proses hukum kepada pelaku Illegal Fishing harus diteruskan,” kata Kepala Kampung Muara Beloan Rudi kepada media ini, kemarin.

Yang mendasari hal ini, sesuai berita acara denda adat dan sanksi hukum terhadap pelaku illegal fishing tertanggal 3 Maret 2021. Pada point ketiga, disebutkan setelah proses denda adat oleh lembaga adat diselesaikan oleh para pelaku. Selanjutnya, para pelaku dan barang bukti akan diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses secara hukum, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kesepakatan inipun sudah diedarkan kepada masyatakat bahkan disampaikan/diumumkan beberapa kali, agar masyarakat mengetahuinya,” terangnya.

Tak hanya itu, dalam kesepakatan pada berita acara tersebut juga dijelaskan, bahwa pelaku setrum akan didenda adat Rp 10 juta. Sedangkan penadah atau pembeli ikan hasil setrum juga akan didenda adat sebesar Rp 20 juta.

Kenapa hal ini dilakukan, kata dia, untuk memberikan efek jera. Karena masyarakat sudah sangat mengeluhkan pelaku setrum ikan tanpa berkesudahan. Bahkan, mengancam kepunahan ikan di Muara Beloan, sebagai salah satu penghasil ikan terbesar di Kubar.

“Bayangkan saja, Muara Beloan berpenduduk 757 jiwa dan 208 kepala keluarga, bahwa 95 nelayan. Nah nelayan tradisional yang terbanyak itulah sangat mengeluh. Bahkan, mengancam hilangnya mata pencaharian akibat maraknya setrum,” katanya.

Jadi masyarakat meminta, tidak cukup para pelaku didenda adat. Harus ada tambahan diproses secara hukum. Faktanya, beberapa tahun lalu tiga warga Muara Beloan tertangkap setrum dan tidak diproses hukum tapi sudah berjanji tidak mengulangi lagi. Namun kenyatannya masih melakukan setrum ikan lagi.

“Kami tetap meminta pelaku diproses hukum. Dan ini sudah tertuang di dalam kesepakatan,” kata Jarhani, tokoh masyarakat Muara Beloan. Hal senada dikatakan Hajeli dan tokoh pemuda Muri. Jika hanya dilakukan pembinaan, kata dia, masyarakat sangat-sangat kecewa. Karena perikanan hanya satu-satunya mata pencarian masyarakat. Jika ikan punah akibat setrum, lantas warga mau makan apa. Usaha lain tidak ada.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Kubar AKP I Made Suryadinata mengatakan, terkait laporan masyarakat melalui kepala Kampung Muara Beloan agar pelaku illegal fishing diproses hukum mempersilakan. “Silakan untuk membuat laporan ke Kapolres,” kata I Made Suryadinata.


Terkait proses hukum Satreskrim Polres Kubar, lanjut Rudi yang juga Ketua Tim Terpadu Illegal Fishing Muara Beloan, pihaknya sudah dilakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh pihak Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Reskrim Polres Kubar, Selasa (31/8) kemarin. Termasuk, dua anggota Tim Terpadu Illegal Fishing yakni Heri Sandi dan Rusli juga dilakukan BAP.


Untuk kasus pengancaman senjata tajam oleh tersanga Sy kepada kepala kampung terkait terjaring razia, pada 3 Agustus 2021, masih ditangani Polsek Muara Pahu.

Terkait adanya permintaan lembaga adat dan BPK Muara Beloan, kepada Satpolair Polres Kubar, agar kasus keempat pelaku diselesaikan secara kekeluargaan. Kemudian, pelaku hanya diberikan sanksi pembinaan. Karena keempat pelaku sudah menyelesaikan denda adat. Rudi mengatakan, hal itu bukan membatalkan proses hukum.

“Itu kan permohonan atau permintaan lembaga adat dan BPK. Silakan saja. Tapi proses hukum menjadi kewenangan penegak hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku,” katanya.(man)